Saturday, January 4, 2014

MASALAH DALAM OTONOMI DAERAH

Meraih Asa
Otonomi
Daerah
S-1)

MERAIH ASA OTONOMI DAERA

P
ada Mei 1998, gerakan reformasi bergulir de
ngan melakukan koreksi untuk menata kem-
bali perjalanan kehidupan berbangsa. Sebuah
gerakan yang dilandasi semangat untuk mengkritisi
paradigma pengelolaan negara yang sentralistik, tak
demokratis, kurang menunjukkan nilai-nilai keadilan
dan kerakyatan. Yang diharapkan oleh gerakan refor-
masi adalah agar negara atau pemerintahan terkelola
dengan baik, hak-hak azasi manusia dapat terjamin,
kualitas pelayanan masyarakat meningkat dalam iklim
yang demokratis, menuju negara kesejahteraan. Sete-
lah lebih satu dasawarsa sejak dicanangkannya agenda
Otonomi Daerah pada 1 Januari 2001, ternyata men-
dapati bahwa Otonomi Daerah yang seharusnya mem-
beri harapan baru, pada kenyataannya belum mem-
bawa perubahan berarti.
Catatan negatif
Akhir-akhir ini publik tanah air dibuat cukup
terkejut oleh bertubi-tubinya berita di berbagai media
bahkan sempat menjadi headline beberapa surat kabar
ternama. Kegemparan tersebut berasal dari rilis
data tentang indeks negara gagal 2012 (Failed States
Index-FS) oleh suatu organisasi yang berkedudukan
di Washington DC, Fund for Peace. Menurut hasil
tersebut, Indonesia menduduki peringkat 63 dari 178
dengan nilai FSI yaitu 80,6 atau turun 1 peringkat dari
14      OTONOM

posisi tahun lalu yaitu 64. Dalam mengintepretasikan
hasil perhitungannya, penting untuk diketahui bahwa
semakin kecil angka ranking indeksnya maka negara
tersebut dikatakan menuju negara gagal.
Kini isu ini semakin menjadi menyusul
terungkapnya sejumlah daerah yang sudah bangkrut
atau mendekati bangkrut.  Adalah FITRA (Forum
Indonesia untuk Transparansi Anggaran) yang merilis
data tentang  124 Pemerintah Daerah yang terancam
Bangkrut. Alasannya pada APBD 2011, 124 daerah itu
memiliki belanja pegawai di atas 60 persen dan belanja
modalnya 1 hingga 15 persen. Dari jumlah tersebut,
sebanyak 16 daerah bahkan memiliki anggaran belanja
pegawai di atas 70 persen. Pemerintah daerah yang
paling besar mengalokasikan anggaran belanja pegawai
adalah Kabupaten Lumajang hingga 83 persen dan
belanja modal hanya 1 persen.
Di Jawa Tengah 11 Kabupaten / Kota yang
terancam bangrut, akibat kebutuhan gajinya yang
sangat besar. Seperti Boyolali tahun 2011 mendapat
DAU sebesar Rp 641.787.696.000,-, padahal belanja
pegawainya mencapai Rp 728.263.740.000,-.Begitu
juga dengan di Aceh yang mengalami krisis keuangan
atau anggaran cukup hebat. Di Provinsi NAD saat
ini memiliki 18 kabupaten dan 5 kota (kelima kota
adalah Banda Aceh, Langsa, Lhokseumawe, Sabang,
dan Subulussalam). Hampir semua kabupaten dan


kota di Aceh kini mengalami kebangkrutan anggaran.
Sejumlah daerah, seperti Langsa, Bireuen, dan Aceh

hal ini yang ikut terlibat Kementerian Pendayagunaan
Aparatur Negara dan  Reformasi Birokrasi, Kemenkeu,

Meraih Asa

Utara, bahkan terjerat utang kepada pihak ketiga dan
perbankan guna menutup anggaran hingga miliaran
rupiah. Sebagian lagi tak mampu membayar gaji
para pegawai. Mereka juga mengajukan permohonan
bantuan dana kepada Pemerintah Provinsi NAD dan

Kementerian Hukum dan HAM, Setneg, Bappenas,
BPS, BKN, BPKP, dan Lembada Administrasi Negara.
Evaluasi dilaksanakan terhadap 33 provinsi, 346
kabupaten dan 86 kota dengan tujuan mengetahui
kinerja pemerintah daerah di level pengambil dan

Otonomi

pusat untuk menutup defisit.

pelaksana kebijakan dalam melaksanakan fungsinya

Sementara di Jawa Barat, Kebangkrutan juga
menimpa kabupaten Garut, Ciamis dan Tasikmalaya.

sebagai pelayan masyarakat. Berdasarkan LPPD 2010,
Provinsi Jawa Timur memenuhi semua kriteria dan

Kebangkrutan berimbas kepada rakyat miskin,  mengungguli provinsi lainnya.
Daerah

sehingga pasien miskin yang mendapat jamkesmas/
jamkesda tidak lagi dapat dilayani karena pemda belum
membayar tunggakan seperti yang terjadi di RSUD
Garut dan Ciamis.
Catatan Positif
Seperti dua tahun lalu sebagaimana dirilis
antarasumbar.com, Kementerian Dalam Negeri
memberikan penghargaan pada Provinsi Jawa  Timur,
Kabupaten Sleman, dan Kota Yogyakarta, sebagai
penyelenggara Otda dengan prestasi terbaik, untuk
tingkat provinsi, kabupaten dan kota. Setelah Jawa
Timur, urutan selanjutnya diraih Jawa Tengah dan
Sulawesi Selatan. Daerah ini menurut hasil penilaian
Direktorat Jenderal Otda Kemendagri dalam acara
peringatan Hari Otonomi Daerah ke-16 di Jakarta,
Rabu (25/4/2012) lalu. Sementara di tingkat
kabupaten lengkapnya diraih Sleman, Wonosobo dan
Boyolali. Sedangkan kota terbaik diraih Yogyakarta,
Magelang danTangerang.
Menurut Direktur Jenderal Otda Kemendagri

Akar masalah di daerah
Dalam menanggapi catatan-catatan diatas
baik positif maupun negatif, sudah selayaknya
baik pemerintah maupun wakil rakyat di daerah
menanggapinya dengan respon positif, diwujudkan
dalam bentuk mencari akar masalah sehingga terjadi
ketimpangan hasil dari program yang sama yaitu
desentralisasi.
1.  Belum adanya standar penilaian yang Relevan dan
Cukup.
Dibalik otonomi daerah tersirat pernyataan,
”Jakarta tidak saja terlalu besar untuk mengurusi
masalah kecil, tetapi juga terlalu kecil untuk
mengurusi masalah besar”. Dengan semangat
otonomi kreativitas-kreativitas daerah dalam
mengelola tata pemerintahan dan memberikan
pelayanan publik menjadi tuntutan utama.
Dengan adanya otonomi daerah, setiap daerah
mempunyai ruang yang cukup untuk mendesain
kebijakan dan program yang sejalan dengan

Djohersmansyah Djohan, penetapan berdasarkan
hasil Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah (EK PPD) seluruh Indonesia, melalui Laporan
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) 2010.

kebutuhan masyarakat (citizen’s need) yang
bermuara pada kemajuan daerah. Pencapaian
keberhasilan ini diperlukan sebuah inovasi
kreativitas daerah.

Evaluasi ini merupakan langkah strategis Kemendagri             2.  Missunderstanding tentang konsep Desentralisasi
untuk menilai keberhasilan daerah dalam melaksanakan                  dan Otonomi daerah, Tujuan otonomi daerah,
Otda.                                                                                              serta Pola hubungan antara pemerintah pusat
Djohan mengatakan evaluasi dilakukan dengan           dan daerah. Smith (1985) membedakan tujuan
memperhatikan aspek keberhasilan pemerintah                   desentralisasi dan otonomi daerah  berdasarkan
daerah. Terutama dalam menyelenggarakan program                      kepentingangan nasional dan daerah. Bila dilihat
peningkatan ekonomi rakyat, meningkatkan fasilitas           dari sisi kepentingan nasional, tulis Smith
publik dan menyelenggarakan tata kelola pemerintahan                  (1985), sedikitnya ada tiga tujuan utama dari
yang baik.                                                                                      desentralisasi.
Kemendagri tidak ingin mendengar sekedar                  Pertama,  untuk mewujudkan apa yang disebut
pengakuan dari pemerintah daerah, bahwa daerahnya                    dengan   Political Education (pendidikan politik).
berhasil dalam melayani publiknya.  Pihaknya perlu           Diantara argumen yang sering dikemukakan
sebuah alat ukur untuk mendukung justifikasi                       untuk mejastifikasi pentingnya political education
pernyataan para kepala daerah. Oleh karena itu,                 sebagai bagian dari tujuan desentralisasi adalah,
Kemendagri berinisiatif menyelenggarakan EKPPD             pernyataan  Maddick (1963) yang menyebutkan
yang melibatkan beberapa kementerian lain. Dalam           bahwa tujuan hakiki dari desentralisasi, atau
E D I S I   I / S E P T E M B E R   2 0 1 3                15


lebih luas lagi, pembentukan pemerintah
daerah, adalah untuk menciptakan apa yang
disebut dengan “pemahaman politik yang sehat”,
healthy political understanding, bagi masyarakat,
khususnya yang berkaitan dengan mekanisme
penyelenggaraan negara. Melalui desentralisasi,
tulis Maddick, maka masyarakat akan belajar
megenali dan memahami berbagai persoalan
sosial, ekonomi dan politik yang mereka hadapi;
menghindari atau bahkan menolak untuk memilih
Calon Anggota Legislatif yang tidak memiliki
qualifikasi kemampuan politik yang diharapkan;
dan belajar mengkritisi berbagai kebijaksanaan
pemerintah, termasuk didalamnya mengkritisi
masalah penerimaan dan belanja daerah.
Tujuan kedua desentralisasi dari sisi kepentingan
nasional adalah to  Provide Training in Political
Leadership (untuk latihan kepemimpinan). Praktik
desentralisasi dan otonomi daerah, dalam hal
ini, juga berfungsi sebagai sarana untuk training
bagi para Politisi dan Birokrat di daerah, sebelum
mereka menduduki berbagai posisi penting
di tingkat nasional. Oleh karenanya, melalui
kebijaksanaan desentralisasi, diharap-kan akan
mampu memotivasi dan melahirkan calon-calon
pimpinan yang handal pada level nasional.
Tujuan ketiga desentralisasi dari sisi kepentingan
nasional adalah to Create Political Stability (untuk
menciptakanstabilitaspolitik). Maksudnyaadalah,
melalui pelaksanaan kebijakan desentralisasi dan
otonomi daerah, maka diharapkan tidak saja akan
mampu meningkatkan partisipasi masyarakat
dalam pengambilan keputusan di tingkat lokal,
tetapi juga akan meningkatkan sensitivitas dan
kemampuanpolitikparapenyeleggarapemerintah
daerah dalam mengakomodasi berbagai tuntutan
yang disampaikan oleh masyarakat. Kondisi ini,
pada gilirannya, akan menjadi prasyarat penting
bagi terciptanya stabilitas politik.
Adalah kenyataan yang secara jujur harus diakui
sebagaimana disaksikan di dalam keseharian yang
terjadi di daerah, bahwa secara agregasi, yang
muncul kepermukaan ialah distorsi akan makna
desentralisasi.
3.  Ketidaksiapan Infrastruktur dan SDM di daerah,
yang tidak disertai upaya preventif dan korektif.
Blueprint e-government sudah 5 tahun terakhir
disosialisasikan, tapi sampai saat ini bahkan ketika
e-ktp dicangankan, e-government belum mencapai
apa yang menjadi objective-nya.  Sistem informasi
manajemen dapat memberikan efisiensi terhadap

SIM merupakan alat dan bukan tujuan untuk
melakukan efisiensi. Contoh adalah pemesanan
barang dengan internet melalui sebuah sistem
informasi  e-commerce pada toko    online. Toko
tersebut tidak perlu membeli/menyewa ruko
untuk berdagang. Selain itu pembeli tidak perlu
datang ke toko untuk membeli barang yang dia
butuhkan.
Tidak semua pekerjaan manusia bisa diotomasikan
karena ada beberapa hal pekerjaan yang memerlukan
keputusan-keputusan   yang      tidak      terstruktur.
Keputusan yang tidak tersetruktur karena sangat rumit
dilakukan oleh mesin. Banyak variabel sebagai bahan
pertimbangan. Sebagai contoh adalah keputusan untuk
menginvestasikan dana pada portofolio tertentu. Akan
tetapi, pekerjaan yang yang terstruktur sebenarnya
ada yang harus membutuhkan  human touch karena
efektivitasnya akan terjaga. Efisiensi tanpa efektivitas
akan membuat pekerjaan tak berguna. Sebagai contoh
adalah guru/dosen yang tidak bisa digantikan begitu
saja dengan media elektronik (e-learning) karena
hubungan interaksional antara pengajar dan peserta
didik sangat membantu proses pembelajaran.
Sebuah contoh keberhasilan desentralisasi
Coral Springs, adalah salah satu kota di negara
bagian Florida. Tepatnya berlokasi di kurang lebih 20
mil barat daya Ft. Lauderdale dan 10 mil barat laut
Boca Raton. Kota dengan luas sekitar 24 mil persegi ini
berpenduduk kurang lebih 121 ribu jiwa (sensus 2010)
dengan mayoritas penduduk kulit putih. Sebanyak 50%
penduduknya adalah kelompok usia produktif.  Coral
Springs pada mulanya adalah sebuah area peternakan
yang kemudian dibangun kompleks real estate. Berawal
pada tahun 1911 ketika sebuah tanah dikuasai oleh
Henry Lion, tanah seluas 20 mil persegi dimanfaatkan
menjadi area perkebunan sayur mayur. Sepeninggalnya
dia daerah tersebut diubah menjadi area peternakan.
Terjadi bencana badai dan banjir pada tahun 1947 yang
menyebabkan tanah menjadi sedikit berawa sehingga
area tersebut menjadi terbengkalai. Pada tahun 1961
Coral Ridge Properties membelinya dan mengubahnya
menjadi kawasan permukiman berupa real estate.
Pemerintah Negara Bagian Florida pada tahun 1963
menetapkan Coral Springs sebagai kota dan dilakukan
pemungutan suara pertama kali pada tahun 1967.
Pada tahun 1974 di masa kepemimpinan Mayor
Geiger dilakukan perombakan besar terkait dengan
status pemerintahan ditandai dengan pelepasan diri
dari manajemen Coral Ridge Properties. Namun
pemerintah kota Coral Springs tetap berkomitmen

proses bisnis sebuah perusahaan/organisasi.  menjalankan pemerintahan dengan profesional.

16      OTONOM


Perombakan besar kedua terjadi pada tahun 1993
ketika pemerintah kota mulai menerapkan Total Quality
Management. Program ini didesain untuk bekerja
secara paripurna dalam operasi dan menyediakan
pelayanan dengan cara berfokus pada pelanggan dan
mengutamakan kualitas. Prinsip utamanya adalah
penerapan model baru yang bertekad membentuk
pemerintahan lokal yang berkinerja tinggi, bukannya
government as usual”.
Sebagai salah satu kota di negara bagian florida
kota Coral Springs menginduk pada Negara Bagian
Florida. Namun, pemerintah Kota Coral Springs lebih
spesifik secara langsung melayani kebutuhan-kebutuhan
masyarakat, menyediakan segala hal dari kepolisian
dan perlindungan kebakaran sampai kepada kode-

Pemerintahan     dijalankan     oleh      pegawai
pemerintah yang mendapat berbagai fasilitas termasuk
pensiun. Di samping itu juga ada sukarelawan dan
pekerja paruh waktu. Pemerintah telah menetapkkan
prosedur operasi standar pada tiap departemen dan
senantiasa mengkoordinasikan operasinya pada aturan
negara bagian dan pemerintah federal. Salah satu yang
menjadi kunci sukses Kota Coral Spring adalah dengan
adanya Guidlines berupa Sistem Malcom Baldridge
Performance Excellence (MBPE) yang dijalankan
dengan keseriusan dan tanggung jawab yang tinggi.
Apa yang bisa dilakukan?
Banyak metode yang bisa dipakai pemerintah
dalam rangka evaluasi pelaksanaan otonomi daerah,

kode kebersihan (sanitarium), peraturan kesehatan,   diantaranya: Meningkatkan Governance pemerintah
pendidikan, angkutan umum, dan perumahan.                       daerah
Kota Coral Springs dipimpin oleh 5 Komisioner                     Fakta berbicara bahwa terdapat sebagian daerah
Komisi Kota, Komisi ini bertugas menetapkan              yang dinilai gagal melakukan desentralisasi, namun ada
kebijakan untuk kota. Salah satunya digelari ketua      beberapa daerah yang dinilai sukses dalam mengemban
komisi dan biasanya disebut wali kota, meskipun        amanah UUD 45 melalui kebijakan desentralisasi.
kekuasaannya setara dengan anggota komisi lainnya. Sangat disayangkan dengan munculnya wacana-
Komisi Kota ini dipilih oleh rakyat dan bekerja             wacana dari sekelompok kecil yang beranggapan
selama  4 tahun, tetapi sifatnya hanya paruh waktu,    bahwa otonomi daerah tidak memberikan hasil positif
mereka melakukan koordinasi dan rapat sebulan dua            terhadap pembangunan bangsa dan adanya suara
kali. Untuk pelaksanaan tugas sehari-hari Komisi        sumbang yang berencana mengembalikan konsep
Kota memilih Manajer Kota selain itu Komisi juga       otonomi daerah kembali tersentralisasi seperti pada
menunjuk Jaksa Kota sebagai perwakilan kota terkait            masa orde baru.
persoalan hukum.                                                                        Selama abad kedua puluh satu, reinvention akan
SebagaimanadisebutkandimukaPemerintahKota menjadi proses penting bagi para pemimpin politik
Coral Springs menerapkan Total Quality Management,    dan administrasi pemerintah yang berusaha untuk
mereka bertekad menciptakan pemerintahan yang      menyesuaikan diri dengan perubahan yang cepat
berperforma tinggi. Guna mencapai keinginan             dalam ekonomi dan masyarakat yang ditimbulkan
tersebut mereka mengikuti pola manajemen pada       oleh globalisasi dan inovasi teknologi.  Desentralisasi,
perusahaan dan pada tahun 1994 menerapkan             debirokratisasi, dan deregulasi yang meningkat dirasa
Malcom Baldrige Criteria sebagai model. Pelaksanaan            penting tidak hanya pari pemerintah pusat tetapi lebih
pelayanan dilakukan oleh pegawai pemerintah maupun          dan lebih dari pemerintah daerah.
rekanan yang ditunjuk dengan mengedepankan dua            Pemerintahan daerah yang baik bukan hanya
hal, perspektif pemerintah dan perspektif pelanggan.             tentang menyediakan berbagai layanan lokal, tetapi
Perspektif pemerintah berfokus pada mata rantai        juga tentang menjaga kehidupan dan kebebasan
pelayanan yang pendek dan pemberdayaan pegawai. warga, menciptakan ruang bagi partisipasi demokratis
Perspektif pelanggan yaitu upaya penyediaan layanan dan dialog sipil, mendukung pembangunan daerah
menyeluruh dengan ramah dan berdedikasi.                           yang dipimpin pasar dan ramah lingkungan, dan
Untuk itu pemerintah menetapkan visi “To be the         memfasilitasi hasil yang memperkaya kualitas hidup
nation’s premier community in which to live, work and raise    warga. Adapun distribusi keuangan ke tiap-tiap
a family”. Guna mencapai misi tersebut ditetapkan pula         daerah-daerah disesuaikan dengan kebutuhan mereka
nilai-nilai utama yaitu Fokus Pada Pelanggan (Customer          dan bukan berdasarkan pendapatan mereka.  Dengan
Focus), Kepemimpinan (Leadership), Pendayagunaan   demikian, bisa jadi suatu daerah yang pendapatannya
Pegawai (Empowered Employees), Pengembangan Kualitas     kecil akan mendapatkan jatah yang lebih banyak dari
Berkelanjutan (Continuous Quality Improvement),            daerah yang kaya karena kebutuhannya yang lebih
Keberlangsungan (Sustainability) sebagai kultur             besar.
pemerintah.
E D I S I   I / S E P T E M B E R   2 0 1 3               17