Wednesday, May 22, 2013

HUKUM PIDANA


 Hukum Pidana

Hukum Pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan apa yang dilarang dan termasuk kedalam tindak pidana, serta menentukan hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang melakukannya.
Menurut Prof. Moeljatno, S.H Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk
  1. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.
  2. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.
  3. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.
Sedangkan menurut Sudarsono, pada prinsipnya Hukum Pidana adalah yang mengatur tentang kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan umum dan perbuatan tersebut diancam dengan pidana yang merupakan suatu penderitaan.
Dengan demikian hukum pidana bukanlah mengadakan norma hukum sendiri, melaikan sudah terletak pada norma lain dan sanksi pidana. Diadakan untuk menguatkan ditaatinya norma-norma lain tersebut, misalnya norma agama dan kesusilaan.
Asas-Asas Hukum Pidana
  1. Asas Legalitas, tidak ada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam Peraturan Perundang-Undangan yang telah ada sebelum perbuatan itu dilakukan (Pasal 1 Ayat (1) KUHP). Jika sesudah perbuatan dilakukan ada perubahan dalam Peraturan Perundang-Undangan, maka yang dipakai adalah aturan yang paling ringan sanksinya bagi terdakwa (Pasal 1 Ayat (2) KUHP)
  2. Asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan, Untuk menjatuhkan pidana kepada orang yang telah melakukan tindak pidana, harus dilakukan bilamana ada unsur kesalahan pada diri orang tersebut.
  3. Asas teritorial, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku atas semua peristiwa pidana yang terjadi di daerah yang menjadi wilayah teritorial Negara Kesatuan Republik Indonesia, termasuk pula kapal berbendera Indonesia, pesawat terbang Indonesia, dan gedung kedutaan dan konsul Indonesia di negara asing.
  4. Asas nasionalitas aktif, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua WNI yang melakukan tindak pidana dimana pun ia berada
  5. Asas nasionalitas pasif, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua tindak pidana yang merugikan kepentingan negara
Macam-Macam Pembagian Delik
Dalam hukum pidana dikenal macam-macam pembagian delik ke dalam
  1. Delik yang dilakukan dengan sengaja, misalnya, sengaja merampas jiwa orang lain (Pasal 338 KUHP) dan delik yang disebabkan karena kurang hati-hati, misalnya, karena kesalahannya telah menimbulkan matinya orang lain dalam lalu lintas di jalan.(Pasal 359 KUHP).
  2. Menjalankan hal-hal yang dilarang oleh Undang-undang, misalnya, melakukan pencurian atau penipuan (Pasal 362 dan378 KUHP) dan tidak menjalankan hal-hal yang seharusnya dilakukan menurut Undang-undang, misalnya tidak melapor adanya komplotan yang merencanakan makar.
  3. Kejahatan (Buku II KUHP), merupakan perbuatan yang sangat tercela, terlepas dari ada atau tidaknya larangan dalam Undang-undang. Karena itu disebut juga sebagai delik hukum.
  4. pelanggaran (Buku III KUHP), merupakan perbuatan yang dianggap salah satu justru karena adanya larangan dalam Undang-undang. Karena itu juga disebut delik Undang-undang.
Macam-Macam Pidana
Mengenai hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap seseorang yang telah bersalah melanggar ketentuan-ketentuan dalam undang-undang hukum pidana, dalam Pasal 10 KUHP ditentukan macam-macam hukuman yang dapat dijatuhkan, yaitu sebagai berikut :
Hukuman-Hukuman Pokok
  1. Hukuman mati, tentang hukuman mati ini terdapat negara-negara yang telah menghapuskan bentuknya hukuman ini, seperti Belanda, tetapi di Indonesia sendiri hukuman mati ini kadang masih di berlakukan untuk beberapa hukuman walaupun masih banyaknya pro-kontra terhadap hukuman ini.[5]
  2. Hukuman penjara, hukuman penjara sendiri dibedakan kedalam hukuman penjara seumur hidup dan penjara sementara.[5] Hukuman penjara sementara minimal 1 tahun dan maksimal 20 tahun. Terpidana wajib tinggal dalam penjara selama masa hukuman dan wajib melakukan pekerjaan yang ada di dalam maupun di luar penjara dan terpidana tidak mempunyai Hak Vistol.[4]
  3. Hukuman kurungan, hukuman ini kondisinya tidak seberat hukuman penjara dan dijatuhkan karena kejahatan-kejahatan ringan atau pelanggaran. Biasanya terhukum dapat memilih antara hukuman kurungan atau hukuman denda. Bedanya hukuman kurungan dengan hukuman penjara adalah pada hukuman kurungan terpidana tidak dapat ditahan diluar tempat daerah tinggalnya kalau ia tidak mau sedangkan pada hukuman penjara dapat dipenjarakan dimana saja, pekerjaan paksa yang dibebankan kepada terpidana penjara lebih berat dibandingkan dengan pekerjaan yang harus dilakukan oleh terpidana kurungan dan terpidana kurungan mempunyai Hak Vistol (hak untuk memperbaiki nasib) sedangkan pada hukuman penjara tidak demikian
  4. Hukuman denda, Dalam hal ini terpidana boleh memilih sendiri antara denda dengan kurungan.  Maksimum kurungan pengganti denda adalah 6 Bulan.
  5. Hukuman tutupan, hukuman ini dijatuhkan berdasarkan alasan-alasan politik terhadap orang-orang yang telah melakukan kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara oleh KUHP.
Hukuman Tambahan Hukuman tambahan tidak dapat dijatuhkan secara tersendiri melainkan harus disertakan pada hukuman pokok, hukuman tambahan tersebut antara lain :
  1. Pencabutan hak-hak tertentu
  2. Penyitaan barang-barang tertentu
  3. Pengumuman keputusan hakim.


Menurut Prof. Moeljatno S.H., Tindak Pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar aturan tersebut.
Terdapat 3 (tiga) hal yang perlu diperhatikan :
1.   Perbuatan pidana adalah perbuatan oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana.
2.   Larangan ditujukan kepada perbuatan (yaitu suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan orang), sedangkan ancaman pidana ditujukan kepada orang yang menimbulkan kejadian itu.
3.   Antara larangan dan ancaman pidana ada hubungan yang erat, oleh karena antara kejadian dan orang yang menimbulkan kejadian itu ada hubungan erat pula. “ Kejadian tidak dapat dilarang jika yang menimbulkan bukan orang, dan orang tidak dapat diancam pidana jika tidak karena kejadian yang ditimbulkan olehnya.

Unsur-Unsur Tindak Pidana
Menurut Simons, unsur-unsur tindak pidana (strafbaar feit) adalah :
-     Perbuatan manusia (positif atau negative, berbuat atau tidak berbuat atau membiarkan).
-     Diancam dengan pidana (statbaar gesteld)
-     Melawan hukum (onrechtmatig)
-     Dilakukan dengan kesalahan (met schuld in verband staand)
-     Oleh orang yang mampu bertanggung jawab (toerekeningsvatoaar person).
Simons juga menyebutkan adanya unsur obyektif dan unsur subyektif dari tindak pidana,yakni
Unsur Obyektif :
-     Perbuatan orang
-     Akibat yang kelihatan dari perbuatan itu.
-     Mungkin ada keadaan tertentu yang menyertai perbuatan itu seperti dalam pasal 281 KUHP sifat “openbaar” atau “dimuka umum”.
Unsur Subyektif :
-     Orang yang mampu bertanggung jawab
-     Adanya kesalahan (dollus atau culpa). Perbuatan harus dilakukan dengan kesalahan.
Kesalahan ini dapat berhubungan dengan akibat dari perbuatan atau dengan keadaan mana perbuatan itu dilakukan.

Jenis-Jenis Tindak Pidana
1.   Kejahatan dan Pelanggaran
KUHP tidak memberikan kriteria tentang dua hal tersebut, hanya membaginya dalam buku II dan buku III, namun ilmu pengetahuan mencari secara intensif ukuran (kriterium) untuk membedakan kedua jenis delik itu.
Ada dua pendapat :
a.   Ada yang mengatakan bahwa antara kedua jenis delik itu ada perbedaan yang bersifat kwalitatif. Dengan ukuran ini lalu didapati 2 jenis delik, ialah :
1.   Rechtdelicten
     Ialah yang perbuatan yang bertentangan dengan keadilan, terlepas apakah perbuatan itu diancam pidana dalam suatu undang-undang atau tidak, jadi yang benar-benar dirasakan oleh masyarakat sebagai bertentangan dengan keadilan misal : pembunuhan, pencurian. Delik-delik semacam ini disebut “kejahatan” (mala perse).
2.   Wetsdelicten
     Ialah perbuatan yang oleh umum baru disadari sebagai tindak pidana karena undang-undang menyebutnya sebagai delik, jadi karena ada undang-undang mengancamnya dengan pidana. Misal : memarkir mobil di sebelah kanan jalan (mala quia prohibita). Delik-delik semacam ini disebut “pelanggaran”. Perbedaan secara kwalitatif ini tidak dapat diterima, sebab ada kejahatan yang baru disadari sebagai delik karena tercantum dalam undang-undang pidana, jadi sebenarnya tidak segera dirasakan sebagai bertentangan dengan rasa keadilan. Dan sebaliknya ada “pelanggaran”, yang benar-benar dirasakan bertentangan dengan rasa keadilan. Oleh karena perbedaan secara demikian itu tidak memuaskan maka dicari ukuran lain.
b.   Ada yang mengatakan bahwa antara kedua jenis delik itu ada perbedaan yang bersifat kwantitatif. Pendirian ini hanya meletakkan kriterium pada perbedaan yang dilihat dari segi kriminologi, ialah “pelanggaran” itu lebih ringan dari pada “kejahatan”.

2.   Delik formil dan delik materiil (delik dengan perumusan secara formil dan delik dengan perumusan secara materiil)
a.   Delik formil itu adalah delik yang perumusannya dititik beratkan kepada perbuatan yang dilarang. Delik tersebut telah selesai dengan dilakukannya perbuatan seperti tercantum dalam rumusan delik. Misal : penghasutan (pasal 160 KUHP), di muka umum menyatakan perasaan kebencian, permusuhan atau penghinaan kepada salah satu atau lebih golongan rakyat di Indonesia (pasal 156 KUHP); penyuapan (pasal 209, 210 KUHP); sumpah palsu (pasal 242 KUHP); pemalsuan surat (pasal 263 KUHP); pencurian (pasal 362 KUHP).
b.   Delik materiil adalah delik yang perumusannya dititik beratkan kepada akibat yang tidak dikehendaki  (dilarang). Delik ini baru selesai apabila akibat yang tidak dikehendaki itu telah terjadi. Kalau belum maka paling banyak hanya ada percobaan. Misal : pembakaran (pasal 187 KUHP), penipuan (pasal 378 KUHP), pembunuhan (pasal 338 KUHP). Batas antara delik formil dan materiil tidak tajam misalnya pasal 362. 
 
3.   Delik commisionis, delik ommisionis dan delik commisionis per ommisionen commissa
a.    Delik commisionis : delik yang berupa pelanggaran terhadap larangan, ialah berbuat sesuatu yang dilarang, pencurian, penggelapan, penipuan.
b.   Delik ommisionis : delik yang berupa pelanggaran terhadap perintah, ialah tidak melakukan sesuatu yang diperintahkan / yang diharuskan, misal : tidak menghadap sebagai saksi di muka pengadilan (pasal 522 KUHP), tidak menolong orang yang memerlukan pertolongan (pasal 531 KUHP).
c.   Delik commisionis per ommisionen commissa : delik yang berupa pelanggaan larangan (dus delik commissionis), akan tetapi dapa dilakukan dengan cara tidak berbuat. Misal : seorang ibu yang membunuh anaknya dengan tidak memberi air susu (pasal 338, 340 KUHP), seorang penjaga wissel yang menyebabkan kecelakaan kereta api dengan sengaja tidak memindahkan wissel (pasal 194 KUHP).

4.   Delik dolus dan delik culpa (doleuse en culpose delicten)
a.   Delik dolus : delik yang memuat unsur kesengajaan, misal : pasal-pasal 187, 197, 245, 263, 310, 338 KUHP
b.   Delik culpa : delik yang memuat kealpaan sebagai salah satu unsur misal : pasal 195, 197, 201, 203, 231 ayat 4 dan pasal 359, 360 KUHP.

5.   Delik tunggal dan delik berangkai (enkelvoudige en samenge-stelde delicten)
a.    Delik tunggal : delik yang cukup dilakukan dengan perbuatan satu kali.
b.   Delik berangkai : delik yang baru merupakan delik, apabila dilakukan beberapa kali perbuatan, misal : pasal 481 (penadahan sebagai kebiasaan)

6.   Delik yang berlangsung terus dan delik selesai (voordurende en aflopende delicten)
Delik yang berlangsung terus : delik yang mempunyai ciri bahwa keadaan terlarang itu berlangsung terus, misal : merampas kemerdekaan seseorang (pasal 333 KUHP).

7.   Delik aduan dan delik laporan (klachtdelicten en niet klacht delicten)
Delik aduan : delik yang penuntutannya hanya dilakukan apabila ada pengaduan dari pihak yang terkena (gelaedeerde partij) misal : penghinaan (pasal 310 dst. jo 319 KUHP) perzinahan (pasal 284 KUHP), chantage (pemerasan dengan ancaman pencemaran, ps. 335 ayat 1 sub 2 KUHP jo. ayat 2). Delik aduan dibedakan menurut sifatnya, sebagai :
a.   Delik aduan yang absolut, ialah mis. : pasal 284, 310, 332. Delik-delik ini menurut sifatnya hanya dapat dituntut berdasarkan pengaduan.
b.   Delik aduan yang relative ialah mis. : pasal 367, disebut relatif karena dalam delik-delik ini ada hubungan istimewa antara si pembuat dan orang yang terkena.
Delik laporan: delik yang penuntutannya dapat dilakukan tanpa ada pengaduan dari pihak yang terkena, cukup dengan adanya laporan yaitu pemberitahuan tentang adanya suatu tindak pidana kepada polisi.

8.   Delik sederhana dan delik yang ada pemberatannya / peringannya (eenvoudige dan gequalificeerde / geprevisilierde delicten)
Delik yang ada pemberatannya, misal : penganiayaan yang menyebabkan luka berat atau matinya orang (pasal 351 ayat 2, 3 KUHP), pencurian pada waktu malam hari dsb. (pasal 363). Ada delik yang ancaman pidananya diperingan karena dilakukan dalam keadaan tertentu, misal : pembunuhan kanak-kanak (pasal 341 KUHP). Delik ini disebut “geprivelegeerd delict”. Delik sederhana; misal : penganiayaan (pasal 351 KUHP), pencurian (pasal 362 KUHP).  

9.   Delik ekonomi (biasanya disebut tindak pidana ekonomi) dan bukan delik ekonomi
Apa yang disebut tindak pidana ekonomi itu terdapat dalam pasal 1 UU Darurat No. 7 tahun 1955, UU darurat tentang tindak pidana ekonomi.

SUBYEK TINDAK PIDANA
Bahwasanya yang menjadi subyek tindak pidana itu adalah manusia, sesuai dengan penjelasan (M.v.T) terhadap pasal 59 KUHP, yang berbunyi : “suatu tindak pidana hanya dapat dilakukan oleh manusia”. Akan tetapi ajaran ini sudah ditinggalkan. Dalam hukum positif Indonesia, misalnya dalam “ordonansi barang-barang yang diawasi” (S.1948-144) dan “Ordonansi pengendalian harga” (S.1948-295) terdapat ketentuan yang mengatur apabila suatu badan (hukum) melakukan tindak pidana yang disebut dalam ordonansi-ordonansi itu. Ordonansi obat bius S. 27-278 jo. 33-368 pasal 25 ayat 7 atau dalam UU Darurat tentang pengusutan, penuntutan dan peradilan tindak pidana ekonomi, UU Darurat No. 7 tahun 1955 Pasal 15 dimana dalam ayat 1 dan 2 dengan tegas menyebutkan bahwa badan hukum dapat menjadi subyek hukum pidana.




Indonesian to Indonesian
noun
1. 1 pertanyaan; 2 pemeriksaan thd seseorang melalui pertanyaan lisan yg bersistem;
meng·in·te·ro·ga·si v 1 mengajukan pertanyaan; 2 meme-riksa: inspektur polisi sendiri yg ~ orang yg diduga terlibat dl peristiwa penculikan dan pembunuhan itu




Mengapa kami mengangkat topik ini , tidak lain karena kemungkinan masih adanya ‘praktek – praktek intrograsi koersif’ yang terjadi di tanah air kita tercinta, dan terinspirasi setelah membaca artikel seorang bernama Bonander Ross berasal dari Austin, Texas pada sebuah newsletter kondang dari AS, dan berniat membagikannya kepada semua saudaraku Kompasianer….
Bahwa teknik interogasi yang sekarang seperti bagian nyata dari wacana publik di Amerika, membenarkan apa yang baik tentang negara: semua warga negara-nya dapat membahas dan berdebat masalah ini secara terbuka dan dengan impunitas.
Masalah ini telah benar-benar dipolitisasi tetapi tetap ada di hati apakah, atau apa kadar, interogasi CIA dan teknik penyiksaan yang diterapkan pada teroris diduga telah menggerogoti reputasi AS di dunia.
Seperti perdebatan terus berlanjut, lima hal yang anda tidak tahu tentang teknik interogasi.

1 - Anda tidak dapat melatih untuk bertahan terhadap beberapa teknik interogasi, Hal pertama yang anda tidak tahu tentang teknik interogasi adalah bahwa tidak ada jumlah pelatihan yang dapat mempersiapkan anda . Darius Rejali, seorang profesor ilmu politik dan penulis buku Penyiksaan dan Demokrasi (Torture and Democracy), mencatat bahwa ini adalah salah satu mitos yang terkait dengan teknik penyiksaan.
Walaupun sudah banyak buku manual tentang rahasia pemerintah yang ditulis dan didistribusikan, termasuk Buku ‘IRA’s Green Book’, buku Manual anti-Soviet untuk Psikiatri untuk Para pembangkang dan Penyiksaan ( The anti – Soviet Manual for Psychiatry for Dissidents and Torture ), buku gerilyawan Iran manual Pengalaman Interogasi ( the Iranian guerrilla manual Interrogation Experience), dan CIA manual eksploitasi Sumber Daya Manusia ( CIA’s , Human Resources Exploitation Manual ) tak satu pun dari buku – buku manual ini  mengklaim secara terang-terangan bahwa ada metode apapun secara langkah-demi-langkah untuk bertahan terhadap beberapa teknik interogasi, misalnya yang melibatkan rasa sakit. ”Hal yang paling jelas dari studi-korban penyiksaan,” tulis Rejali untuk Winnipeg Free Press pada tahun 2007, “adalah bahwa Anda tidak dapat melatih untuk cobaan itu.”

2 - Jack Bauer telah mempengaruhi doktrin interogasi AS

Dahlia Lithwick, menulis untuk Newsweek pada tahun 2008, sayangnya panggilan pahlawan Jack Bauer dalam film seri TV – 24 ( yang diperankan oleh Kiefer Sutherland) keduanya “penggerak utama dari doktrin interogasi Amerika” dan “pemikir hukum yang paling berpengaruh dalam pengembangan kebijakan dibidang interogasi modern Amerika.”
Lithwick mendasari kesimpulan ini pada dua buku yang baru-baru ini diterbitkan: Jane Mayer, The Dark Side: The Inside Story of How the War on Terror Turned Into a War on American Ideals dan Philippe Sands’s Torture Team: Rumsfeld’s Memo dan Pengkhianatan Nilai Amerika. Dia menulis bahwa tim hukum menetapkan kebijakan AS, termasuk penulis utama John Yoo, memiliki kecenderungan untuk mengutip Bauer lebih sering dari pada Konstitusi Amerika. Juga, bahwa orang-orang dalam pemerintahan Bush, seperti Menteri Keamanan Dalam Negeri Amerika Serikat, Michael Chertoff, serta para personil militer di Guantanamo, secara konsisten mendapat inspirasi dari teknik kejam Bauer yang fiktif itu.
3 - Beberapa teknik interogasi membahayakan interogator
Hal lain yang Anda tidak tahu tentang teknik interogasi adalah bahwa mereka mungkin sama keras pada interogator. Mantan interogator militer AS Tony Lagouranis mengatakan pada London Sunday Telegraph bahwa teknik yang ia terapkan kepada para tahanan di Abu Ghraib dan Mosul - termasuk eksekusi pura-pura, stres posisi dan teror tersirat – masih meninggalkan faktor psikologis yang berantakan, menderita dari kecemasan berat dan mimpi buruk untuk perannya di dalam melakukan interogasi.
Mungkin yang paling mengejutkan, ia mengatakan bahwa pada satu titik ketika ia masih di layanan ini, ia mulai membaca sebuah memoar Holocaust dengan maksud untuk belajar satu atau dua hal tentang penyiksaan dari Nazi.
How far is too far ? More things you didn’t know about interrogation techniques after the jump…

4 - Informasi ditukarkan seorang tahanan untuk transplantasi organ
Teknik interogasi Kebanyakan dibangun di atas premis bahwa tahanan ditentukan tidak menyerahkan informasi apapun; perang psikologis yang besar dan banyak trik perdagangan akan diminta untuk mengambil yang sedikit informasi berharga. Tidak selalu.
Sebuah artikel Newsweek 2004, menyoroti pendekatan sebagai dasar tit-for-tat salah satu yang telah digunakan FBI dengan sukses selama bertahun-tahun, mencatat bahwa seorang teroris menyerahkan informasi berharga di tukar untuk transplantasi hati bagi anaknya. Baru-baru ini, Majalah Time mencatat bahwa semua yang dibutuhkan untuk memutar Abu Jandal diabetes, kepala pengawal bin Laden, adalah segenggam kue rendah kalori.
5 - penyiksaan fisik tidak efektif
Hal terakhir yang Anda tidak tahu tentang teknik interogasi adalah bahwa meskipun apa yang dikatakan Dick Cheney, ‘penyiksaan fisik bukan merupakan teknik interogasi yang efektif ‘.  Sekumpulan ahli yang bersaksi sebelum sidang Senat Komite Kehakiman pada teknik interogasi koersif pada musim panas 2008 adalah salah atau berbohong.
Misalnya, Agen Khusus FBI dan ahli kontra terorisme Jack Cloonon kepada komite: “Ini adalah keyakinan saya, berdasarkan karier selama 27 tahun sebagai agen khusus dan mewawancarai ratusan subyek dalam pengaturan kustodian, termasuk anggota Al Qaida, bahwa penggunaan teknik interogasi koersif tidak efektif. “ Selain itu, ia menegaskan pendekatan yang lebih efektif, dan sudah lama digunakan oleh FBI, adalah teknik yang dikenal sebagai hubungan-bangunan.
Dia bahkan mengutip, manual pelatihan CIA, yang mengklaim bahwa “teknik tangan berat dapat mengganggu kemampuan subjek secara akurat mengingat informasi dan, yang paling buruk, akan menghasilkan apatisme dan penarikan lengkap.”
Mengapa kami mengangkat topik ini , tidak lain karena kemungkinan masih adanya ‘praktek – praktek intrograsi koersif’ yang terjadi di tanah air kita tercinta, dan terinspirasi setelah membaca artikel seorang bernama Bonander Ross berasal dari Austin, Texas pada sebuah newsletter kondang dari AS, dan berniat membagikannya kepada semua saudaraku Kompasianer….
Bahwa teknik interogasi yang sekarang seperti bagian nyata dari wacana publik di Amerika, membenarkan apa yang baik tentang negara: semua warga negara-nya dapat membahas dan berdebat masalah ini secara terbuka dan dengan impunitas.
Masalah ini telah benar-benar dipolitisasi tetapi tetap ada di hati apakah, atau apa kadar, interogasi CIA dan teknik penyiksaan yang diterapkan pada teroris diduga telah menggerogoti reputasi AS di dunia.
Seperti perdebatan terus berlanjut, lima hal yang anda tidak tahu tentang teknik interogasi.

1 - Anda tidak dapat melatih untuk bertahan terhadap beberapa teknik interogasi, Hal pertama yang anda tidak tahu tentang teknik interogasi adalah bahwa tidak ada jumlah pelatihan yang dapat mempersiapkan anda . Darius Rejali, seorang profesor ilmu politik dan penulis buku Penyiksaan dan Demokrasi (Torture and Democracy), mencatat bahwa ini adalah salah satu mitos yang terkait dengan teknik penyiksaan.
Walaupun sudah banyak buku manual tentang rahasia pemerintah yang ditulis dan didistribusikan, termasuk Buku ‘IRA’s Green Book’, buku Manual anti-Soviet untuk Psikiatri untuk Para pembangkang dan Penyiksaan ( The anti – Soviet Manual for Psychiatry for Dissidents and Torture ), buku gerilyawan Iran manual Pengalaman Interogasi ( the Iranian guerrilla manual Interrogation Experience), dan CIA manual eksploitasi Sumber Daya Manusia ( CIA’s , Human Resources Exploitation Manual ) tak satu pun dari buku – buku manual ini  mengklaim secara terang-terangan bahwa ada metode apapun secara langkah-demi-langkah untuk bertahan terhadap beberapa teknik interogasi, misalnya yang melibatkan rasa sakit. ”Hal yang paling jelas dari studi-korban penyiksaan,” tulis Rejali untuk Winnipeg Free Press pada tahun 2007, “adalah bahwa Anda tidak dapat melatih untuk cobaan itu.”

2 - Jack Bauer telah mempengaruhi doktrin interogasi AS

Dahlia Lithwick, menulis untuk Newsweek pada tahun 2008, sayangnya panggilan pahlawan Jack Bauer dalam film seri TV – 24 ( yang diperankan oleh Kiefer Sutherland) keduanya “penggerak utama dari doktrin interogasi Amerika” dan “pemikir hukum yang paling berpengaruh dalam pengembangan kebijakan dibidang interogasi modern Amerika.”
Lithwick mendasari kesimpulan ini pada dua buku yang baru-baru ini diterbitkan: Jane Mayer, The Dark Side: The Inside Story of How the War on Terror Turned Into a War on American Ideals dan Philippe Sands’s Torture Team: Rumsfeld’s Memo dan Pengkhianatan Nilai Amerika. Dia menulis bahwa tim hukum menetapkan kebijakan AS, termasuk penulis utama John Yoo, memiliki kecenderungan untuk mengutip Bauer lebih sering dari pada Konstitusi Amerika. Juga, bahwa orang-orang dalam pemerintahan Bush, seperti Menteri Keamanan Dalam Negeri Amerika Serikat, Michael Chertoff, serta para personil militer di Guantanamo, secara konsisten mendapat inspirasi dari teknik kejam Bauer yang fiktif itu.
3 - Beberapa teknik interogasi membahayakan interogator
Hal lain yang Anda tidak tahu tentang teknik interogasi adalah bahwa mereka mungkin sama keras pada interogator. Mantan interogator militer AS Tony Lagouranis mengatakan pada London Sunday Telegraph bahwa teknik yang ia terapkan kepada para tahanan di Abu Ghraib dan Mosul - termasuk eksekusi pura-pura, stres posisi dan teror tersirat – masih meninggalkan faktor psikologis yang berantakan, menderita dari kecemasan berat dan mimpi buruk untuk perannya di dalam melakukan interogasi.
Mungkin yang paling mengejutkan, ia mengatakan bahwa pada satu titik ketika ia masih di layanan ini, ia mulai membaca sebuah memoar Holocaust dengan maksud untuk belajar satu atau dua hal tentang penyiksaan dari Nazi.
How far is too far ? More things you didn’t know about interrogation techniques after the jump…

4 - Informasi ditukarkan seorang tahanan untuk transplantasi organ
Teknik interogasi Kebanyakan dibangun di atas premis bahwa tahanan ditentukan tidak menyerahkan informasi apapun; perang psikologis yang besar dan banyak trik perdagangan akan diminta untuk mengambil yang sedikit informasi berharga. Tidak selalu.
Sebuah artikel Newsweek 2004, menyoroti pendekatan sebagai dasar tit-for-tat salah satu yang telah digunakan FBI dengan sukses selama bertahun-tahun, mencatat bahwa seorang teroris menyerahkan informasi berharga di tukar untuk transplantasi hati bagi anaknya. Baru-baru ini, Majalah Time mencatat bahwa semua yang dibutuhkan untuk memutar Abu Jandal diabetes, kepala pengawal bin Laden, adalah segenggam kue rendah kalori.
5 - penyiksaan fisik tidak efektif
Hal terakhir yang Anda tidak tahu tentang teknik interogasi adalah bahwa meskipun apa yang dikatakan Dick Cheney, ‘penyiksaan fisik bukan merupakan teknik interogasi yang efektif ‘.  Sekumpulan ahli yang bersaksi sebelum sidang Senat Komite Kehakiman pada teknik interogasi koersif pada musim panas 2008 adalah salah atau berbohong.
Misalnya, Agen Khusus FBI dan ahli kontra terorisme Jack Cloonon kepada komite: “Ini adalah keyakinan saya, berdasarkan karier selama 27 tahun sebagai agen khusus dan mewawancarai ratusan subyek dalam pengaturan kustodian, termasuk anggota Al Qaida, bahwa penggunaan teknik interogasi koersif tidak efektif. “ Selain itu, ia menegaskan pendekatan yang lebih efektif, dan sudah lama digunakan oleh FBI, adalah teknik yang dikenal sebagai hubungan-bangunan.
Dia bahkan mengutip, manual pelatihan CIA, yang mengklaim bahwa “teknik tangan berat dapat mengganggu kemampuan subjek secara akurat mengingat informasi dan, yang paling buruk, akan menghasilkan apatisme dan penarikan lengkap.”



Bagaimana Cara Polisi menginterogasi Tersangka..

SM-Ada aja pengemar serial “Law & Order” di seluruh penjuru dunia yang menyangka mereka bisa bikin penjahat mengakui perbuatannya. Tinggal kasih cahaya super terang di depan muka tertuduh, ngomong sangat dekat di muke tertuduh, ngomong di depannya bahwa semua sidik jarinya sudah berada di senjata pembunuhan voilà! Dia langsung mengakui kejahatannya. Dalam kehidupan nyata, interogasi polisi memerlukan lebih dari sekedar rasa PD dan kreatifitas (walaupun tentu saja perlu) — tukang interogasi dilatih secara mendalam di bidang taktik psikologi dan pengaruh sosial.
Bikin seorang ngaku bahwa dia yang melakukan kejahatan bukanlah pekerjaan yang mudah, bahkan seringnya para detektif dapat pengakuan ‘tidak bersalah’ padahal meeka sudah menggunakan teknik manipulasi psikologi. Tidak ada dua interogasi yang sama hasilnya, kebanyakan sih mengeksploitasi kelemahan alami manusia. Kelemahan ini biasanya tergantung pada tekanan yang dihasilkan ketika orang mengalami keadaan ekstrem yang berlawanan, seperti dominasi dan terdominasi, kontrol dan yang dikontrol, pemaksimalan dan peminimalan konsekuensi. Bahkan penjahat paling kakap pun bisa berujung pada pengakuan jika tukang interogasinya bisa menemukan kombinasi yang pas antara teknik dan keadaan berdasar pada kepribadian tersangka dan pengalamannya. Di Amerika Serikat, para ahli memperkirakan bahwa antara 42 ke 55 persent tersangka pelaku kejahatan akhirnya mengakui kejahatannya selama proses interogasi.
Apakah polisi harus berbohong ?
Apakah polisi dibolehkan berbohong kepada tersangka biar dapet pengakuan ? Kenapa dan kenapa tidak ?
Giliran luh sekarang buat ngejawab ! Masak gua mulu…!
Interogasi polisi tidaklah selalu sulit. Sampai awal tahun 1900-an di Amerika Serikat, metode siksaan fisik diijinkan (jika tidak legal) biar ngaku. Pengakuan bisa diperoleh dengan “teknik ketiga” — tidak dikasih makan dan minum, lampu terang benderang, bikin tidak nyaman badan dan pengisolasian dalam waktu lama, dipukulin pake pentungan karet dan peralatan lainnya yang tidak menimbulkan luka luar — biasanya sih diterima sebagai alat bukti syah di pengadilan sepanjang tersangka menandatangani surat pemeriksaaan bahwa pengakuan itu ‘tidak dibawah tekanan ataupun penyiksaan”. Antara tahun 1930-an dan 1960-an, akhirnya, akibat tekanan masyarakat atas perilaku brutal interogasi polisi ini maka teknik interogasi perlahan-lahan berubah.
Walaupun MA Amerika telah menetapkan aturan hukum yang melarang pengakuan di bawah tekanan atau siksaan sejak awal tahun 1897, tapi baru di tahun 1937 itu bener-bener dijalanin. dalam kasus Brown melawan Negara Bagian Mississippi, MA tidak mengakui pengakuan “tanpa tekanan” yang didapat polisi setelah mengantung tersangka di pohon secara terbalik dan dicambuki secara terus-menerus. Keputusan pengadilan jelas : pengakuan yang didapat dengan paksaan dan siksaan tidak bisa digunakan sebagai bukti dalam pengadilan. Di tahun 1950-an, pengakuan dianggap sebagai ‘dibawah tekanan’ bukan hanya kalo polisi menyiksa tersangka saja, tapi juga kalo mereka menahan polisi lebih dari jangka waktu penahanan, melarang tersangka tidur, makan, minum dan ke kamar mandi, menjanjikan keuntungan kalo tersangka mengaku ataupun sebaliknya, mengancam tersangka bila tidak mengaku.
Ketika kasus Miranda melawan Negara Bagian Arizona sampai ke MA di tahun 1966, interogasi polisi yang penuh siksan menimbulkan kegemparan lagi. Ernesto Miranda mengaku melakukan pemerkosaan dan penculikan setelah dua jam interogasi, dan banding di MA beralasan bahwa Miranda tidak tahu akan haknya untuk tetap diam ( Amandemen ke-Lima UU Amerika) dan didampingi (Amandemen ke-enam). Pengadilan akhirnya membebaskan Miranda, dan keputusan itu kita kenal sebagai “Miranda Rights.” Untuk menghindari hal yang demikian maka polisi Amerika harus ngomong, secara jelas dan lengkap kepada tersangka tentang hak-haknya untuk tetap diam dan didampingi pengacara sebelum memulai interogasi atau upaya yang lain guna medapatkan pengakuan dari tesangka. Keputusan pengadilan terhadap Miranda tadi mencoba untuk menghilangkan ketidaktahuan tersangka sebagai sebuah faktor yang meringankan dalam hal ‘pengakuan dibawah tekanan.’
Sebagai pengganti metode penyiksaan, polisi mengubah teknik interogasi dengan teknik dasar-dasar psikologi seperti metode “polisi baik dan jahat” , yaitu satu detektif menekan dan pura-pura ngamuk ke tersangka yang sedang diinterogasi sedangkan yang lainnya pura-pura tidak melihat. Orang cenderung percaya dan bicara kepada orang yang mereka yakini sebagai sang pelindung. Teknik dasar yang lain adalah pemaksimalan, yaitu polisi menakut-nakutin tersangka tentang hal-hal menakutkan yang bakal dialami tersangka bila dia terbukti melakukan kejahatan tersebut. Ketakutan cenderung membikin orang bicara.
Untuk saat ini, polisi mencoba beberapa hal antara lain dengan polygraph (mesin pendeteksi kebohongan) untuk menentukan apakah tersangka jujur atau tidak, tapi polygraph dan training polygraph itu mahal sekali, dan hasilnyapun hampir selalu tidak diakui di pengadilan. Tapi buat beberapa analis polygraph, termasuk seseorang yang bernama John Reid, mencatat bahwa subyek yang melihat-lihat sesuatu di luar ruangan, tanda-tanda fisik yang konsisten berhubungan dengan hasil polygraph bahwa orang itu sedang berbohong. Reid meneruskan untuk mengembangkan interogasi sistem non-mesin yang berdasarkan beberapa pertanyaan dan jawaban yang spesifik yang bisa mengatasi kelemahan tukang interogasi. Manipulasi Psikologi “Sembilan Langkah” si Reid ini adalah salah satu sistem interogasi yang paling populer di Amerika Serikat sampai sekarang.
( Yang jelas bila menghadapi atau menginterogasi Kaum Muslimin, cuma satu cara yang digunkan polisi. Yaitu PENYIKSAAN SADIS TAK BERPERI KEMANUSIAAN, bahkan banyak yang sampai meninggal karena dianiaya polisi, ed )





 

No comments: